Ki Nartosabdho : Bambang Sakri Krama
Bambang SAKRI adalah putra
tunggal Resi Sakutrem dengan Dewi Nilawati, dari pertapaan Retawu, puncak
gunung Saptaarga. Ia lahir bertepatan dengan terjadinya telaga di gunung
tersebut yang kemudian dikenal dengan nama Telaga Retawu.
Bambang Sakri sangat gemar bertapa dan berburu, Ia sangat sakti dan mahir mempergunakan senjata panah. Bambang Sakri menikah dengan Dewi Sati, putri Prabu Partawijaya, raja negara Tabelasuket. Dari perkawinan tersebut ia memperoleh seorang putra bernama Palasara.
Oleh ayahnya, diserahi padepokan Retawu, Resi Sakutrem kemudian menetap di pertapaan Girisarangan. Setelah Palasara dewasa, padepokan Retawu oleh Resi Sakri diserahkan kepada Palasara. Ia kemudian menetap di pertapaan Argacandi ( gunung yang wingit/angker ), salah satu dari tujuh puncak gunung Saptaarga.
Bambang Sakri sangat gemar bertapa dan berburu, Ia sangat sakti dan mahir mempergunakan senjata panah. Bambang Sakri menikah dengan Dewi Sati, putri Prabu Partawijaya, raja negara Tabelasuket. Dari perkawinan tersebut ia memperoleh seorang putra bernama Palasara.
Oleh ayahnya, diserahi padepokan Retawu, Resi Sakutrem kemudian menetap di pertapaan Girisarangan. Setelah Palasara dewasa, padepokan Retawu oleh Resi Sakri diserahkan kepada Palasara. Ia kemudian menetap di pertapaan Argacandi ( gunung yang wingit/angker ), salah satu dari tujuh puncak gunung Saptaarga.
Prabu Partawijaya duduk di Sitihinggil,
dihadap segenap narapraja, brahmana Sabdamuni, Patih Renggabadra, permaisuri
Dewi Rati dan puterinya Dewi Sakti. Sang Prabu sangat prihatin memikirkan nasib
Negara Tabelasuket yang sedang ditimpa malapetaka, wabah penyakit merajalela,
rakyat menderita. Kesedihan itu ditambah pula karena Dewi Sakti sudah lama
kehilangan kegembiraan, lupa makan lupa tidur, bahkan pada hari itu sepatah
katapun tak terucapkan. Ternyata sang putrid merindukan seorang ksatria Bambang
Sakri yang hadir dalam impiannya bebrapa waktu yang lalu. Prabu Partawijaya minta pendapat Brahmana
Sabdamuni, sarana apakah kiranya untuk mengatasi malapetaka yang menimpa Negara
dan keruwetan yang dihadapi oleh puterinya. Sang Brahmana menyarankan agar
Prabu Partawijaya pergi ke pertapaan Saptaarga, minta pertolongan kepada Resi
Manumanasa, seorang pendeta yang tersohor bijaksana, suka memberi pertolongan
kepada sesame manusia. Beliaulah yang dapat memberantas malapetaka yang menimpa
Negara Tabelasuket. Disamping itu, ksatria yang dirindukan oleh Dewi Sakti
adalah cucu Resi Manumanasa. Prabu Partawijaya senang sekali mendengar saran
Brahmana Sabdamuni, maka pada hari itu juga beliau berangkat ke pertapaan
Saptaarga.
Adegan padepokan Tegalbamban, sebuah desa
yang subur, rakyatnya hidup aman tenteram. Sayang sekali disana ada seorang
pendatang yang menamakan dirinya Resi Dwapara. Walaupun ia bergelar Resi, namun
darma hidupnya jauh dari sifat seorang brahmana, bahkan sebaliknya, ia
mengutamakan tindak angkara dan kejahatan. Siswa-siswanya terdiri dari para
raja raksasa yang ingin mendapatkan kesaktian, sebagai senjata untuk
melampiaskan hawa nafsu dan merampas hak orang lain. Semua keinginan para siswa
disanggupi oleh REsi Dwapara, dengan syarat mereka harus dapat membinasakan
Resi Manumanasa di Saptaarga. Salah seorang siswa bernama Jarawasesa raja
Widarba, menyanggupi syarat yang diajukan oleh gurunya dan segera berangkat ke
Saptaarga. Adegan ditengah hutan
rimba. Dua raksasa suami isteri, Ditya Kala Haswata sedang bercakap-cakap
dengan isterinya Kala Haswati. Kala Haswati sedang ngidam kepingin makan daging
manusia ksatria tampan tanpa cacat kemudian Kala Haswata menyanggupi
keinginan isterinya lalu pergi mencari Ksatria yang di maksud.
Bambang Sakri sudah beberapa lama
meninggalkan pertapaan Saptaarga, berkelana tiada tujuan, diikuti ketiga orang
panakawan, Kyai Semas, Gareng dan Petruk. Ketika sampai dipinggir danau, mereka
berhenti untuk melepaskan lelah. Para panakawan menghibur Bambang Sakri. Sedang
ramai-ramainya bersendau gurau, dating Kala Haswata akan menangkap Bambang
Sakri, tetapi raksasa ini engan mudah dibinasakan. Demikian juga Kala Haswati
yang dapat bela pati suaminya dikalahkan oleh Bambang Sakri. Bersamaanhilangnya
kedua raksasa, muncullah Batara Kamajaya dan Batari Ratih. Setelah berpesan
bahwa Bambang Sakri akan segera ketemu jodohnya, kedua dewa itu kembali ke
kahyangan.
Perjalanan kreta Prabu Partawijaya dari
Negara Tabelasuket lewat dekat Bambang Sakri yang sedang beristirahat. Kereta
berhenti dan sang Prabu turun. Prabu Partawijaya senang sekali bahwa yang
dicari-cari telah ketemu. Dan Prabu Partawijaya mengutarakan maksudnya bertemu
Bambang Sakri, namun Bambang Sakri tidak sanggup untuk ikut Prabu Partawijaya.
Terjadi perang tanding antara Prabu Partawijaya dan Bambang Sakri, tapi Bambang
Sakri tidak mampu menandingi kesaktian Prabu Partawijaya, akhirnya Bambang
Sakri diboyong ke Negara Tabelasuket. Ditaman
kadilengen Negara Tabelasuket, Dewi Sakti duduk menunggu kedatangan sang Ayah
Prabu Partawijaya, tidak terlalu lama Prabu Partawijaya dating dengan Bambang
Sakri, Ternyata Bambang Sakri tertarik dengan Dewi Sakti dan dengan waktu
singkat keduanya asyik masyuk memadu cinta. Setelah merayakan upacara
perkawinan antara Bambang Sakri dan Dewi Sakti. Prabu Partawijaya berangkat ke
Saptaagra meminta pertolongan Begawan Manumanasa.
Dalam perjalanannya menuju Saptaarga Prabu
Partawijaya kena pengaruh kesaktian Resi Dwapara, terssasar ke pertapan
Tegalbamban dan menjadi korban tipu muslihat Resi Dwapara. Ia menyanggupi
perintah Resi Dwapara untuk memusnahkan Resi Manumanasa. Akan tetapi kejahatan
itu tidak terlaksana bahkan menjadi pertemuan kedua besan antara Prabu
Partawijaya dan Bambang Satrukem, keduanya lalu berangkat ke Negara
Tabelasuket. Sementara itu Dewi Sakti sudah hamil 9 bulan kemudian melahirkan
anak laki-laki, Hati Bambang Sakri dan Dewi Sakti begitu gembira. Oleh
Bambang Satrukem cucunya diberi nama Parasara. Dan akhirnya diboyong ke
Pertapan Sabtaarga. Akrirnya Resi Dwapara dating sendiri ke Saptaarga dan
Puthut SUpalawa menyongsongnya dalam perang tanding. Resi Dwapara tidak mampu
menandingi kesaktian Puthut Supalawa. Bambang Sakri banyak berjasa
pada Dewata dan Suralaya. Karena itu ia mendapat anugrah gelar Bathara. I
a meninggal dalam usia lanjut. Jenasahnya dimakamkan di pertapaan Argacandi.

Tidak ada komentar:
Posting Komentar