Sabtu, 05 Juli 2014

Pendidikan_Perut pun Bicara


PERUT PUN BICARA

Semarang (8/7) Universitas Negeri Semarang tepatnya di gedung audit, salah satu bangunan megah yang selalu dijaga kebersihannya. Malam itu mahasiswa dan para dosen berbondong-bondong untuk menyaksikan peluncuran buku dengan judul “Melawan Kuasa Perut.” Acara dimulai pada pukul 19.30 WIB dengan menampilkan pembacaan puisi oleh beberapa seniman dan salah satu dosen Bahasa Indonesia Universitas Negeri Semarang yaitu Nana Riskhi.
Acara yang diselenggarakan untuk membahas buku yang ditulis oleh salah satu dosen Bahasa dan Sastra Indonesia yaitu Rachmat Petuguran. Pada malam tersebut Rachmat Petuguran mengulas alasan dirinya menulis buku yang menimbulkan kontroversi tersebut. Pada acara malam itu bukan hanya Rachmat Petuguran saja yang membahas buku tersebut, melainkan ada juga beberapa dosen dari beberapa fakultas yang ikut serta dalam acara bedah buku di Universitas Konservasi tersebut.
Beberapa dosen yang ikut serta dalam membahas buku “Melawan Kuasa Perut” yaitu Ibu Marti Susanti, Bapak Edi Subkhan, dan Bapak Achiar M Permana. Dalam pembahasan yang dilakukan pada malam itu Bapak Achiar M Permana menyebutkan bahwa buku yang ditulis oleh temannya tersebut bagus, karena telah menyedot perhatian khalayak umum.  Berdasarkan penuturan Bapak Achiar dikatakan menyedot perhatian karena dalam judulnya saja telah membuat orang penasaran dan ingin segera mengetahui isi dari buku tersebut.
Dalam acara bedah buku tersebut, Rachmat Petuguran menjelaskan alasan mengapa dirinya mengambil judul yang bisa dikatakan kontroversi tersebut. Laki-laki yang lahir pada tanggal 6 April 1988 tersebut menuturkan bahwa dirinya sengaja dalam membuat judul tersebut dalam bukunya yang kedua. Hal ini dikarenakan semakin banyak masyarakat Indonesia yang lebih mementingkan dirinya sendiri daripada kepentingan bersama. Dalam buku “Melawan Kuasa Perut” berisikan 30 essay hasil karya saya yang sudah diterbitkan dalam beberapa media cetak di daerah semarang” ujar Rachmat Petuguran malam itu. Dikatakan melawan perut karena Rachmat berpandangan bahwa masyarakat pada umumnya banyak yang melakukan hal-hal tidak masuk akal, seperti korupsi, nepotisme, dan yang lainnya.
Dosen mata kuliah Bahasa Indonesia tersebut mengaku prihatin melihat perkembangan zaman yang semakin maju, namun tidak diimbangi dengan tingkah laku masyarakatnya yang seharusnya semakin baik.
Three Sussanthy, salah satu mahasiswa Bahasa dan Sastra Jawa mengaku sangat terhibur dan mendapat ilmu baru selama mengikuti acara tersebut. Mahasiswa semester 6 tersebut merasa terbuka hatinya setelah membaca buku “Melawan Kuasa Perut” tersebut. Acara bedah buku tersebut ditutup pada jam 23.00 WIB dan membuat kesan yang begitu baik pada setiap penonton yang melihatnya. 

Bahasa_Tuturan pada pedagang merubah pemikiran

Tuturan pada pedagang merubah pemikiran
melalui tindak Perlokusi

Bahasa sangat berpengaruh dalam interaksi sosial di kalangan masyarakat. Dengan adanya bahasa, manusia dengan mudah mengekspresikan dan menyampaikan apa yang sedang dipikirkan, bahkan apa yang ingin dilakukan. Dalam sebuah bahasa, kita mengenal adanya penutur dan mitra tutur. Penutur adalah orang yang menyampaikan informasi atau berita, sedangkan mitra tutur adalah orang yang menerima informasi atau berita tersebut.
Kegiatan melakukan tindakan mengujarkan tuturan itulah yang merupakan tindak tutur atau tindak ujar. Berkenaan dengan tuturan, ada tiga jenis tindakan yaitu (Austin 1962:94, Searle 1969:23-24) :
·         Tindak Lokusioner (Locutionary act)
·         Tindak Ilokusione (Ilocutionary act)
·         Tindak Perlokusioner (Perlkusionary act)
Didalam jurnal telah dianalisis pengaruh tindak perlokusi terhadap tuturan pengamen. Tindak perlokusi sendiri adalah tindak tutur yang pengujarannya dimaksudkan untuk mempengaruhi mitra tutur.
Pengaplikasian dari jurnal dengan judul “Pengamen Merubah Tuturan Dengan Tindak Perlokusi” adalah melalui analisis tuturan dalam ranah pedagang di pasar.
Tuturan yang diucapkan seorang penutur sering memiliki efek atau daya pengaruh yang sangat tinggi dalam merubah pemikiran seseorang. Didalam lingkup pasar sering kita jumpai seorang pedagang dalam mempengaruhi pembeli untuk membeli barang dagangannya. Lewat tuturannya seorang pedagang sebisa mungkin merayu atau mempengaruhi calon pembeli dalam transaksi jual beli. Di situlah kita dapat melihat seberapa besar peran pedagang dalam menjual barang dagangannya agar laku dan untung besar. Hal itu dapat dianalisis melalui tindak perlokusi.
Seperti telah diterangkan diatas tindak perlokusi adalah tuturan yang digunakan untuk mempengaruhi mitra tutur. Secara sengaja atau tidak sengaja tindak perlokusi dikreasikan oleh penutur untuk mempengaruhi lawan tuturnya. Tuturan seorang pedagang juga banyak mengandung tindak perlokusi yang dapat merubah pikiran lawan tutur sesuai dengan keinginan mitra tutur (pedagang).
Dalam pengkajian yang saya lakukan, saya menggunakan teknik rekam, teknik simak, dan teknik catat. Penelitian yang saya lakukan adalah tingkat daya pengaruh seorang pedagang di pasar terhadap mitra tutur. Dalam penelitian saya melakukan teknik rekam kepada seorang pedagang yang sedang melakukan tawar menawar kepada mitra tutur (pembeli). Kemudian saya melakukan teknik simak, dalam teknik simak ini saya lebih menekankan kepada tuturan pedagang yang telah saya dapatkan melalui teknik rekam tadi dan saya memahami serta mengamati sejauh mana tuturan yang dituturkan seorang pedagang untuk mempengaruhi pembeli. Selanjutnya saya menggunakan teknik catat, dalam teknik catat ini saya berusaha mencatat setiap tuturan yang dituturkan pedagang dan memahami setiap tuturan tersebut.
Berdasarkan pengkajian yang saya lakukan melalui para pedagang di Pasar Pagi Kota Tegal diperoleh data bahwa pengaruh tuturan dari para pedagang kaki lima bahkan pedagang menetap di pasar tersebut sangat terlihat dalam transaksi jual beli atau sekedar menawarkan barang dagangannya. Untuk menganalisis data tersebut, saya menggunakan tindak perlokusi, karena tuturan pedagang dapat merubah pola pikir mitra tutur (pembeli) dan dapat merubah seorang pembeli melakukan apa yang diinginkan dari pedagang tersebut yaitu membeli barang dagangannya.
Dalam menganalisis tindak perlokusi, saya terlebih dahulu memahami apa yang dinamakan tindak perlokusi, verba apa saja yang menandai tindak perlokusi dan saya mulai menganalisis setiap kalimat yang dituturkan para pedagang di Pasar Pagi Kota Tegal.
Berdasarkan penelitian yang saya lakukan, hampir setiap kalimat yang dituturkan seorang pedagang memiliki daya pengaruh yang tinggi terhadap mitra tutur (pembeli).
Percakapannya sebagai berikut:
Pedagang  : “niki bu, klambine apik tenan lho...”
Pembeli    : “pira iki bu...”
Pedagang : “Rp 25.000,00 bu”.
Pembeli    : “aja larang-larang tho bu...”
Pedagang : “iki klambi saka katun asli bu, bahane adem tenan”.
Pembeli    : “ Rp 20.000,00 wae bu...
Pedagang : “ora oleh tho bu, aja nawar kemurahan bu....
Pembeli    : “ yo wis aku tuku 1 wae bu...
Beberapa tuturan yang dituturkan pedagang yang saya dapatkan dalam mempengaruhi pembeli, antara lain :
§  Klambi iki saka katun asli bu.
Dalam tuturan diatas, pedagang mempengaruhi calon pembeli dengan mengatakan bahwa baju yang akan dibeli dibuat dengan kain katun yang halus dan mudah di setrika.
§  Jeruk iki manis tenan bu.
Dalam tuturan tersebut, pedagang merayu dan mempengaruhi calon     pembeli untuk membeli buah jeruk yang menurutnya manis dan masih segar.
§  Aja nawar murah banget tho, bu..
Dalam tuturan di atas, pedagang memiliki daya pengaruh agar calon pembeli  tidak menawar terlalu rendah dan menawar sewajarnya saja.
Dalam menyimpulkan penelitian yang saya lakukan melalui tindak perlokusi dalam penerapannya, saya mengumpulkan data yang telah saya peroleh dan mengkajinya. Dapat disimpulkan bahwa tuturan seorang pedagang secara sengaja maupun tidak sengaja dapat mempengaruhi mitra tutur (pembeli) agar melakukan apa yang diharapkan penutur (pedagang) tersebut. Sama halnya dengan pengamen, tuturan pedagang mengandung banyak tindak perlokusi, yang bertujuan agar lawan tuturnya terpengaruh dengan pemikirannya, sehingga lawan tuturnya mau melakukan tindakan yang diinginkan si penutur (pedagang).


Pendidikan_Sinopsis Ketoprak

SINOPSIS
KETOPRAK KRIDA CARITA
PERANG TAMBAK BERAS HARYO NAMBI MBALELO”


 Sinopsis Cerita
Diceritakan di sebuah Padhepokan Gunung Semeru, Kembang Sore dan Anurogo yang dilanda nandang asmara tengah saling memadu kasih di salah satu sudut padhepokan. Tiba-tiba datanglah seorang lelaki yang murka melihat Anurogo dan Kembang Sore saling mencintai. Dia adalah Andikan Bhayangkara ,teman seperguruan di padhepokan tersebut. Perkelahian antara Anurogo dan Andikan Bhayangkara pun tidak terelakkan. Hingga dilerai oleh Bapa (guru di Padhepokan tersebut) atau yang bernama Ki Hajar Wungkuk, tidak boleh saling mencintai antar murid sepeguruan, maka dari itu Bapa tidak memberi Restu untuk Kembang Sore dan Anurogo. Mulailah Bapa bercerita kepada ketiga muridnya.
Zaman dahulu di Kadipaten Tuban, Adipati Ronggolawe yaitu ayah dari Anurogo dan Kembang Sore ditantang oleh Kebo Anabrang. Dia adalah Bupati Papringan di Tuban dan menantang Adipati Ronggolawe untuk memperebutkan Majapahit, kemudian mereka berdua perang. Sebelum berperang dengan Kebo Anabrang, Adipati Ronggolawe dicegah oleh kedua istrinya. Istri yang pertama bernama Ajeng Bendaraguru yaitu ibu dari Anurogo sedangkan istri yang kedua bernama Ajeng Tirtowati yaitu ibu dari Kembang Sore. Tetapi, Adipati Ronggolawe tidak bisa dicegah dan kedua istrinya menangisi kepergian Adipati Ronggolawe untuk berperang dengan Kebo Anabrang. Dan Adipati Ronggolawemati dibunuh oleh Kebo Anabrang, lalu Kebo Anabrang mati dibunuh oleh Ki Hajar Wungkuk ayah dari Andikan Bhayangkara. Ki Hajar Wungkuk menolong kedua istri Ronggolawe dan diajak naik ke Gunung Lawu, sebelum naik ke Gunung Lawu nama kedua anak istri Ronggolawe diubah oleh Ki Hajar Wungkuk menjadi (Uda Anjangpiani) Anurogo dan (Ingatiwati) Kembang Sore diharapkan bisa menyelamatkan Kabupaten Tuban.
Setelah menceritakan kepada Anurogo dan Kembang Sore, Bapa merasa bersalah karena Anurogo dan Kembang Sore saling mencintai padahal Bapa berencana menjodohkan Kembang Sore dan Andikan Bhayangkara anaknya namun Kembang Sore tidak mau. Bapa juga mengutarakan pesan kepada anurogo dan Kembang Sore dari sang ayah untuki membahagiakan kedua anaknya dan Bapa mendoakan keslametan untuk semuanya. Karena Kembamg Sore tidak mau dijodohkan maka dia pergi ke hutan.
Disisi lain di Kerajaan Lumajang, Patih Yudopraja (Adipati Lumajang) sedang melaporkan keadaan di Lumajang kepada Baryo Nampi (Kadipaten Lumajang). Patih Yudopraja melaporkan keadaan di Lumajang aman, tentrem, dan daerahnya subur melimpah dengan hasil panen tidak ada kekurangan apapun dan tidak pernah ada bencana besar bisa dikatakan makmur sentosa. Tiba-tiba Ramapati datang ke Kerajaan Lumajang dan berbicara kepada Patih Yudopraja dan Baryo Nampi, kemudian Ramapati bermaksud untuk mengadu domba antara Kerajaan Lumajang dan Majapahit dikarenakan dia tidak suka jika kedua kerajaan tersebut bersatu dan hidup rukun. Berbicara kepada Baryo Nampi sudah tidak ada gunanya ke Majapahit dan Jayanegara sudah berubah, Ramapati juga mengungkit kalau dulu Baryo Nampi pernah menjadi Patih mangkubumi di Majapahit dan dilorot menjadi Adipati di Lumajang berhasil menghasutnya. Lalu Baryo Nampi mangatakan kalau Jayanegara sudah mbalelo, mengutus Patih Yudopraja untuk ke Majapahit dan membicarakan kepada Jayanegara.
Ditengah-tengah perjalanan Patih Yudopraja bertemu dengan salah satu Patih Lembu Pengarsa dan mengungkapkan keinginannya untuk membunuh Sembahan Majapahit (Jayanegara) namun Patih Majapahit tersebut murka dan terjadilah perang.
Di Majapahit, Ramapatih bertemu dengan Jayanegara dan bermaksud untuk menghasut atau mengadu domba. Tiba-tiba datang Patih Lembu Pengarsa yang memberi tahu bahwa Kerajaan Lumajang sudah mbalelo dan menjadikan Jayanegara murka, lalu menginginkan perang antara Maajapahit dan Lumajang, tetapi Ramapatih menghalangi niat Jayanegara tersebut, dikarenakan Ramapatih menganggap rendah terhadap jabatan Harya Nambi sebagai bupati Lumajang. Kemudian Ramaptih mengusulkan untuk menggantikan Harya Nambi dengan Kebo Taruna., putra dari Kebo Nabrang. Dan Jayanegara mengangkat Kebo Taruna untuk menjadi senopati di Majapahit. 
Dengan penuh kepercayaan untuk membela Kraton Majapahit, Kebo Taruna sebagai Senopati Agung berangkat ke Kadipaten Lumajang untuk menumpas Haryo Nambi, Adipati Lumajang. Di tengah perjalanan, bertemulah Kebo Taruna dan Harya Nambi Sang Adipati Lumajang. Karena hasutan Ramapati, Kebo Taruna dan Harya Nambi bertarung.
Keinginan kuat dari Kebo Taruna untuk membunuh Harya Nambi, Harya Nambi ketakutan dan membuat kesepakatan dengan anaknya Endang Parmiati. Harya Nambi menyuruh anaknya untuk merayu Kebo Taruna agar jatuh hati kepada Endang Parmiati.
Setibanya di Kadipaten Lumajang, Kebo Taruna bertemu anak dari Adipati Harya Nambi, Endang Parmiati. Dengan segala cara Endang Parmiati merayu Kebo Taruna untuk menggagalkan niatnya untuk membunuh Nambi. Adipati Harya Nambi juga menghasut Kebo Taruna dengan agar berbalik menyerang Kraton Majapahit. Setelah Kebo Taruna terhasut dan jatuh cinta kepada Endang Parmiati, Kebo Taruna dengan segenap emosi dari hasutan dan rayuan Nambi dan Endang, kembali ke Majapahit.
 Di kadipaten Majapahit, Lembu Pangarsa tidak terima dengan Kebo Taruna yang berbalik memberontak Majapahit. Dewi Tarwati merasa iba atas tindakan yang dilakukan oleh suaminya Kebo Taruna. Dia berusaha untuk mengingatkan suamiya, karena dia telah di adu domba oleh Harya Nambi dengan kejadian yang dialami oleh kedua orang tuanya hingga meninggal. Perang mulut antara Kebo Taruna dan Dewi Tarwati semakin menjadi-jadi ketika istrinya memaksa Kebo Taruna untuk meminta maaf kepada Prabu Jayanegara. Sementara  Lembu Pangarsa mengadu ke Prabu Jayanegara, datang seorang lelaki muda yang menghadap Prabu Jayanegara bermaksud untuk menawarkan diri menumpas Kebo Taruna dan Adipati Harya Nambi. Pemuda tersebut adalah Anurogo yang telah diperintahkan Ki Ajar Wungkuk membantu Kerajaan Majapahit. Bersama Andikan Bhayangkara, Anurogo mengalahkan Kebo Taruna. Mengetahui Kebo Taruna tewas di tangan pemuda utusan Kraton Majapahit, Adipati Harya Nambi.melawan dua pemuda tersebut, namun akhirnya Adipati Harya Nambi pun bisa diringkus dan dibawa ke hadapan Prabu Jayanegara.
Disisi lain, Anurogo mempersatukan antara Andikan Bhayangkara dengan Kembang Sore. Dan ternyata Kembang Sore mencintai Andikan Bhayangkara, setelah kehilangan Andikan Bhayangkara. Akhirnya mereka berdua hidup bahagia dan saling mencintai. Lalu, Anurogo mengajak Amdikan Bhayangkara untuk menemui Prabu Jayanegara dan menceritakan Kebo Taruna yang hampir menyelakai mereka dan mengalahkan Kebo Taruna.
Akhir cerita, Adipati Harya Nambi dan Prabu Jayanegara sama-sama mengetahui bahwa masalah disebabkan oleh hasutan dari Ramapatih. Anurogo diberikan tahta menjadi adipati Tuban, dan Andikan Bhayangkara diberikan tahtah untuk menjadi patih di Kerajaan Majapahit oleh Prabu Jayanegara. Dan Prabu Jayanegara sudah memaafkan kesalahan Kebo Taruna sesuai aturan kadipaten mendapat dari Kerajaan Majapahit dan saling bersalaman dengan pihak Lumajang kemudian berbaikan.


Jumat, 04 Juli 2014

Bahasa_Kesempurnaan Hidup Melalui Bahasa Pitutur

KESEMPURNAAN HIDUP MELALUI BAHASA PITUTUR
 DALAM SERAT WULANGREH
MENURUT  SRI SUSUHAN PAKUBUWANA IV

Koentjaraningrat (1990: 2) mengemukakan bahwa bahasa dan seni merupakan bagian dari unsur kebudayaan yang bersifat universal. Serat Wulangreh merupakan salah satu karya sastra berisikan tembang. Seperti pada umumnya karya sastra, isi maupun bentuknya sangat dipengaruhi keadaan lingkungan pada masa karya itu dihasilkan. Demikian pula dengan Serat Wulangreh.
Pakubuwana IV adalah raja muda, beliau memiliki julukan Sinuhun Bagus karena memang terlahir berwajah rupawan. Sri Susuhan Pakubuwana IV lahir sebagai putra Raja Kasunanan Surakarta Hadiningrat Sinuhun Pakubuwana III dari permaisuri Kanjeng Ratu Kencana. Nama kecilnya adalah Bendara Raden Mas Gusti Sumbadya
Beberapa sudut pandang dalam serat wulangreh mengenai bahasa pitutur yang ditulis oleh Pakubuwana IV, sebagai berikut :
  a.  Wulangreh dalam Pandangan Holistik
1.      Objektif
Secara objektif wulangreh merupakan karya sastra yang berupa serat wulang. Kandungan isinya merupakan ajaran, baik ajaran fisik atau jasmani, maupun ajaran rohani terhadap moral spiritual. Melalui pituturnya Sinuhun PB IV menunjukkan bahwa manusia sebagai bagian dari kosmos yang harus selalu menjaga keseimbangan, dan keselarasan dirinya dengan alam. Konsep memayu hayuning bawana merupakan kesadaran pikir dan sikap. Dalam mewujudkan ide keutamaan diri pribadi agar sampai pada sang maha pencipta, Penguasa, dan Pengendali semesta beserta isinya, diperlukan laku olah jiwa, olah raga, dan olah rasa. Semuanya bertujuan agar manusia bisa mencapai kesempurnaan hidup.
Untuk meraih kesempurnaan hidup tadi, Sinuhun PB IV mengajarkan pamoring Kawula Gusti. Unen-unen jawa ini mengajarkan manusia untuk selalu patuh dan taat pada pimpinan, dan Sang Maha Pencipta. Dalam kehidupan sehari-hari sikap ini diterapkan pada sikap loyal, bersikap hormat, dan menunjukkan tatakrama, unggah-ungguh yang tepat.dan pada akhirnya semuanya akan terlihat sing becik ketitik sing ala ketara, titenana wong cidra mangsa langgenga dan sura dira jayaningrat lebur dening pangastuti.
2.      Genetik
Pada salah satu bait di pupuh Dhandhanggula PB IV menyampaikan pesannya sebagai berikut :
Nanging yen sira ngguguru kaki,
Amiliha manungsa kang nyata,
Ingkang becik martabate,
Sarta kang wruh ing kukum,        
Kang ngibadah lan kang wirangi,
Sokur pleh wong tapa,
Ingkang wus amungkul,
Tan mikir awewehing lyan,
Iku pantes sira guronana kaki,
Sartane kawruhana,
Pitutur yang tersurat dan tersirat pada bait di atas menunjukkan bahwa kita sering tidak memperhatikan sasmita. Manusia cenderung mengikuti hawa nafsunya, penentuan keputusan lebih dikarenakan mengedepankan kepentingan diri sendiri maupun kelompoknya. Wajar bila yang terjadi kemudian adalah adanya jarak di antara pemimpin dengan yang dipimpin. Maka, menurut PB IV berhati-hatilah memilih pemimpin. Tujuannya adalah agar tercipta suatu harmoni antara pengayom, sebagai manifestasi dari Hyang Akarya Jagat dengan yang diayomi sebagai perwujudan kawula.
3.      Afektif
Serat wulangreh, semula memang hanya merupakan wulangan wewaler yang ditujukan pada putra-putra sinuhun PB IV. Kata-kata beliau di pupuh ke-13 Girisa pada bait ke-22 sebagai berikut :
Mulane sun wuruk marang,
Kabeh ing atmajaningwang,
Sun tulis sun wehi tembang,
Darapan padha rahaba,
Enggone padha amaca,
Sarta ngrasakken carita,
Aja bosen denapalna,
Ing rina wengi elinga,
Beliau berkeinginan agar para putranya itu berperilaku sebagaimana para leluhurnya. Ajaran-ajaran beliau hingga kini masih dijadikan pedoman oleh berbagai kalangan. Meskipun dalam praktiknya sering terjadi pergerseran.
 b.   Bahasa Pitutur Wulangreh dari sudut pandang masyarakat umum.
Konteks tuturan dalam serat wulangreh adalah petuah, atau pitutur yang disampaikan oleh raja kepada putra-putranya, prajurit, maupun para kawula. Waktunya tentu saja pada masa Sinuhun Pakubuwana IV bertahta (1788-1820).
Dari beberapa karya Pakubuwana IV tersebut, Serat Wulangreh merupakan karya yang sangat terkenal. Wulangreh dapat dimaknai sebagai ajaran untuk mencapai sesuatu. Sesuatu yang dimaksud dalam karya ini adalah laku menuju hidup harmoni atau sempurna di dunia dan di akhirat. Beberapa potongan tembang yang mencerminkan kutipan tersebut, yaitu :
Ngelmu iku kalakone kanthi laku, lekase lawan kas, tegese kas nyantosani, setya budya pangekese durangkara yang artinya ilmu itu bisa dipahami/dikuasai harus dengan cara berusaha keras. Kokohnya budi akan menjauhkan diri dari watak angkara.
Ajaran-ajaran yang ditulis Pakubuwana IV dalam Serat Wulangreh adalah ajaran moral yang berlandaskan ajaran islam. Penyampaian ajaran yang ditawarkan PB IV berbentuk tembang dengan gaya memerintah, menasehati, melarang, dan memberi contoh pada masyarakat umum. 
 Namun pada kenyataanya sekarang ajaran-ajaran yang ditulis oleh Pakubuwana IV sudah jarang ditemui. Sebagai contoh : ajaran diri dan sikap yang diajarkan PB IV sudah hilang di kalangan masyarakat sekarang ini. Banyak masyarakat yang memiliki perilaku negatif demi tercapainya suatu keinginan yang hakiki. Hal ini sangat berlawanan pada ajaran-ajaran yang ditawarkan Pakubuwana IV dalam Serat Wulangreh tersebut. Bukan hanya itu, masyarakat pada umumnya tidak sadar akan adanya Sang Pencipta, sehingga masyarakat banyak yang melakukan hal-hal yang dianggapnya baik, namun pada kenyataannya tidak baik dan merugikan. Hal ini juga sangat berlawanan pada ajaran yang telah diberikan oleh Pakubuwana IV dan menghilangkan kebudayaan di masyarakat ada umumnya. 

Bahasa_Analisis Kesalahan Berbahasa Tataran Semantik

Analisis Kesalahan Berbahasa Tataran Semantik
di Kos Rumah Warna

Konteks Kalimat
Kesalahan
Pembenaran
Alasan
Bocah-bocah akeh gawe kos rame
Bocah-bocah akeh gawe rame kos
Bocah akeh gawe rame  kos
Gejala pleonasme
Aku tuku buku gedhe- gedhe ning Gramedia
Aku tuku buku gedhe-gedhe ning Gramedia
Aku tuku buku gedhe ning Gramedia
Gejala Pleonasme
Bu kos wingi-wingi rene lho, Tik…
Bu kos wingi-wingi rene lho, Tik..
Bu kos wingi rene lho, Tik..
Gejala Pleonasme
Agung : Bale di sampar to…
Aji       : iya..mengko tak sampar...
Agung : Bale di sampar to…
Aji       : iya..mengko tak sampar...
Agung : Bale di tendhang to…
Aji       : iya..mengko tak tendhang...
Pilihan kata/diksi
Ula mangan pithik mati
Ula mangan pithik mati
-Ula mangan, pithik mati
-Ula mangan pithik, mati
Ambiguitas
Nani ayu mlebu Unnes
Nani sing ayu mlebu Unnes
-Nani, Ayu mleu Unnes
-Nani Ayu, mlebu Unnes
Ambiguitas
Wika : Ayo nonton nyadran sesuk rabu, ndah…!
Indah : Menyang ndi, wik?
Wika : Ning Batang lah..
Indah : Loh..nyadran kie nek bar bada, wik…
Wika : Ayo nonton nyadran sesuk rabu, ndah…!
Indah : Menyang ndi, wik?
Wika : Ning Batang lah..
Indah : Loh..nyadran kie nek bar bada, wik…
iki pasa wae durung loh….
Wika : Ayo nonton nyadran (prosesi sedekah laut)sesuk rabu, ndah…!
Indah : Menyang ndi, wik?
Wika : Ning Batang lah..
Indah : Loh..nyadran (silaturahmi) kie nek bar bada, wik…
Gejala Hiperkorek
Nana : Aku lunga dudu karo Lala kok, tapi karo Nita
Nana : Aku lunga dudu karo Lala kok, tapi karo Nita
Nana : Aku lunga ora karo Lala kok, tapi karo Nita
Pilihan kata/diksi
Apipah : Devina kafan balik Semarange?
Apipah : Devina kafan balik Semarange?
Apipah : Devina kapan balik Semarange?
Gejala Hiperkorek
Lala : barang-barang akeh kae dipindahi sih, Ndah…
Lala : barang-barang akeh kae dipindahi sih, Ndah…
Lala : barang akeh kae dipindahi sih, Ndah…
Gejala Pleonasme
Linda: Kae mejane dijunjung sik, Na…
Linda: Kae mejane dijunjung sik, Na…
Linda: Kae mejane digothong sik, Na…
Pilihan kata/diksi
Ayam mlayu-mlayu kucing mati
Ayam mlayu-mlayu kucing mati
-Ayam mlayu-mlayu, kucing mati
-Ayam mlayu-mlayu karo kucing, mati
Ambiguitas






Kamis, 03 Juli 2014

Bahasa_Analisis Cerkak Dalam Fonologi



Jaran Putih Pak Kadus

Pak Kadus nduwe jaran putih sing awake gedhe banget lan wulune putih memplak kinclong-kinclong. Jaran kuwi arane Turangga Seta. Kalebu jaran pilihan amarga awake rosa, lakune lincah lan mlayune banter banget. Ing tlatah Nusantara mungkin saukur Gagak Rimang, jarane Arya Penangsang sing iso ngalahke Turangga Seta. Saben ndina kebiasaane Turangga Seta dolan ning lapangan, utawa mlaku-mlaku turut pinggir desa, amarga ora ana gawean sing kudu ditandangi.

            Pak Kadus nduwe profesi dadi tukang gawe meriam-langganane armada  kapal-kapal perang Ksatria Jepara, amarga meriame wis terbukti kasil nyilemke pirang-pirang perahu Portugis wektu tempur ning tlatah sabrang lor, yaiku Selat Malaka. Jalaran sanes petani, kewan-kewan sing diingu Pak Kadus ora ana sing kudu kerja keras ning sawah, tugase sakderma dadi kelangenane Pak Kadus. Penduduk Kadipaten Jepara pancen arang-arang sing dadi petani, akeh-akehe dadi pedagang lan pengrajin, amarga ekonomi Jepara ngandelke perdagangan    internasional.    
  
Sakjane tugase Turangga Seta iku dadi jaran tumpakane Pak Kadus. Nanging jalaran Pak Kadus ngrumangsani wis tuwo, dheweke wis arang-arang numpak jaran meneh. Malah dheweke wis tau nolak nalika arep disekolahke bab modifikasi meriam ning Stambul - amarga rumangsa ora kuat meneh numpak kapal nganti pirang-pirang sasi.

                                  
Sawijining dina jaran sing biasa narik andhong sikile kesleo, terus dirawat ning omahe Pak Mantri tangga desa. Ndilalahe dina kuwi pakane Turangga Seta pas enthek, dadi Pak Kadus kudu tuku pakan ning pasaring Kutho Jepara. Jarak omahe Pak Kadus karo pasar kurang luwih sepuluh kilo. Pak Kadus butuh kendaraan kanggo mara ndana. Sarene jaran sijine lagi lara, Pak Kadus arep nganggo Turangga Seta dinggo narik andhong.

Turangga Seta kaget nalika Pak Kadus marani kandhange, masang tali ning awake, banjur di geret nyedaki andhong. Turangga Seta tambah kaget nalika dheweke diakon narik andhong dening Pak Kadus.

“Weleh-weleh Pak Kadus ini apa tho karepe? Aku lagi enak-enak turu malah kon narik andhong?” pikirane Turangga Seta

Sarene Turangga Seta ora gelem mlaku arepa taline andhong wis disendal-sendal, Pak Kadus banjur ngetokke pecut. Bokonge Turangga Seta dipecut ben gelem mlaku. Turangga Seta kaget banget dipecut bokonge. Saklawase dheweke lagi sepisan iki dipecut karo Pak Kadus. Jaran kuwi banjur mlaku amarga wedi bakal dipecut meneh.  Awale mlakune timik-timik, wasan dipecut ping pindho karo Pak Kadus dadi mlayu radha banter. Karo mlayu manut arahane Pak Kadus, Si Turangga Seta grenengan ning ati.

“Iki Pak Kadus arep ngapa tho ndadak ngajak aku mlaku-mlaku adoh kaya ngene. Mbok nek arep mlaku-mlaku ki ning cerak omah wae ben ora kesel.  Ora ngerti po piye nek mlayu ngeneki  agawe sikilku pegel-pegel!”

Turangga Seta terus mlayu narik andhong  lewat dalan kampung sing wis alus. Ananging sakwise tekan ning pinggir pantai dheweke kudu liwat dalan sing akeh wedine. Mlayune dadi rada angel. Turangga Seta banjur mlayune sansaya rindhik, malah suwe-suwe dadi mlaku timik-timik meneh.  Pak Kadus weruh Turangga Seta mlaku rindik banget,  banjur mecut bokonge Turangga Seta. 



Jebretttt!

Dipecut sepisan Turangga Seta tetap mlaku timik-timik. Rumangsane Pak Kadus kur arep mecut sepisan wae, dadi ora apa-apa ora sah dirasakke.

Jebretttt!  Jebretttt! Jebretttt!

Pak Kadus mecut bokonge Turangga Seta ping telu. Banjur mecut meneh gegere Turangga Seta ping loro ngantek jaran kuwi kaget banget. Dheweke kaget amarga ora ngira Pak Kadus bakal mecut bola-bali. Kepeksa dheweke mlayu meneh narik kereta lewat dalan sing akeh wedine kuwi.  Karo grundelan Turangga Seta mlayu kanthi ngati-ati ben ora kepleset

“Prendis tenan iki!. Aku kok dikon peplayon terus kawit mau.  Ngapa tho Pak Kadus iki kok aneh-aneh wae?. Ngajak lelungan menyang pasar ki ngapa tho?. Lha mbok tenguk-tenguk ning ngomah wae rasah kakean polah kaya ngene! 

Turangga Seta ora ngerti menawa pasar kuwi papane wong adol pakan kanggo dheweke. Pasar ing kutho Jepara kalebu pasar sing paling rame ing tlatah Nusantara. Papane ning pinggir pelabuhan Jepara. Pedagang sing dodolan ning kono rata-rata nduwe kapal dagang. Asale saka rupa-rupa bangsa, kalebu bangsa Arab, India, Cina, Afrika, Portugis, Perancis, Inggris, lan uga pedagang Jawa. Saudagar-saudagar Pulau Jawa terkenal nduwe kapal-kapal dagang raksasa sing diarani kapal Jung, kanggo ngangkut rempah-rempah saka tlatah pulau-pulau wetan kaya Ternate lan Tidore.
              Biasane Pak Kadus menyang pasar seminggu sepisan. Mulihe dheweke nyangking barang-barang kanggo gawe meriam kayata: wesi, kuningan, lan perunggu. Kadang-kadang Pak Kadus mampir pabrik mesiu ning Bergota saperlu tuku bahan peledak dinggo njajal meriam. Pak Kadus ora lali mesthi tuku pakan dinggo ingon-ingone, kalebu kanggo Si Turangga Seta. Dina iki malahan Pak Kadus kur tuku pakane Turangga Seta thok, jalaran mesakke menawa Turangga Seta sing ora kulina narik andhong, kudu narik andhong sing momotane akeh.

Kira-kira jam sewelas andhonge Pak Kadus tekan pasar. Turangga Seta gumun banget weruh ana atusan kapal-kapal dagang raksasa sing lagi sandar ning Pelabuhan Jepara. Dheweke uga lagi sepisan iki weruh pedagang cacahe ewon sing warna kulite beda-beda tumplek blek ning pasar. Nanging sarene awake kesel banget, Turangga Seta ketungkul grenengan marang nasibe kudu nggeret andong.

             Pak Kadus mlebu pasar saperlu tuku pakan kanggo Turangga Seta. Sakwise leren sedhela, Pak  Kadus numpak andhong lan ngarahke Turangga Seta supaya narik andhong mangkat bali ning kampung meneh. Karo grundelan Turangga Seta narik andhong mulih ning ndesane.

Sakwise tekan omah, Pak Kadus nuntun Turangga Seta bali ning kandhange. Sebagian pakan jaran sing digawa andhong dipakakke marang jaran putih kuwi.  Turangga Seta tambah anyel meneh

“Gene ki aku kur arep diwenehi  pakan ngene kiyi! Lha kok mau ndadak dikon mlayu-mlayu barang tekan kutho Jepara.  Aneh tenan Pak Kadus iki. Mbok kawit mau aku langsung dipakani wae ora sah dikon mlayu-mlayu  ndisik!”

Sumber : (Undil – 2012)



ANALISIS CERKAK
DENGAN JUDUL JARAN PUTIH PAK KADUS


No.
Frasa
Frasa berdasarkan
Kategori/Kelas kata
Perentangan
Distribusi
Struktur
1.
      Ing Tlatah Nusantara
F. Adverbial
Simpleks
Eksosentris
 Kata + Kata
2.
Ning Lapangan
F. Adverbial
Simpleks
Eksosentris
 Kata + Kata      
3.
Ning Tlatah sabrang Lor
F. Adverbial
Simpleks
Eksosentris
 Kata + Kata      
4.
Ning Pasar
F. Adverbial
Simpleks
Eksosentris
 Kata + Kata       
5.
Ning Pelabuhan
F. Adverbial
Simpleks
Eksosentris
 Kata + Kata        
6.
Saka Tlatah
F. Adverbial
Simpleks
Eksosentris
 Kata + Kata       
7.
Pedagang pengrajin
F. Nominal
Simpleks
Endosentris Atributif
 Kata + Kata
8.
Arya Penangsang
F. Nominal
 Simpleks
Endosentrif Apositif
 Kata + Kata
9.
Gagak Rimang
F. Nominal
Simpleks
Endosentris Apositif
 Kata + Kata
10.
Tuku Pakan
F. Verbal
Simpleks
Endosentrif Atributif
 Kata + Kata
11.
Tuku Bahan
F. Verbal
Simpleks
Endosentris Atributif
 Kata + Kata
12.
Narik Kandhang
F. Verbal
Simpleks
Endosentris Atributif
 Kata + Kata
13.
Gedhe Banget
F. Adjektival
Simpleks
 Endosentris Atributif
 Kata + Kata
14.
Wulune Putih memplak kinclong-kinclong
F. Nominal
   Kompleks     Modifikatif
  Endosentris Atributif
 Frasa + Frasa
15.
Pasar ing kutho Jepara kalebu pasar sing paling rame ing tlatah Nusantara
F. adverbial
       Kompleks Modifikatif
Eksosentris
 Kata + Frasa
16.
Wulune Putih
F. Nominal
Simpleks
 Endosentris Atributif
 Kata + Kata
17.
Timik – timik
F. Verbal
Simpleks
Eksosentris
 Kata + Kata
18.
Lakune lincah lan mlayune banter
F. Adjektival
Simpleks
 Endosentris Koordinatif Aditif
 Frasa + Frasa
19.
Kapal-kapal dagang
F. Nominal
Simpleks
Endosentris Atributif
 Kata + Kata
20.
Lakune lincah
F. Verbal
 Simpleks
Endosentris Atributif
 Kata + Kata
21.
Turangga Seta iku
F. Nominal
Simpleks
Endosentris Apositif
 Kata + Kata
22.
Kaget banget
F. Adjektival
Simpleks
Endosentris Atributif
 Kata + Kata
23.
Awake gedhe banget
F. Adjektival
Simpleks
Eksosentris
 Kata + Kata
24.
Rada angel
F. Adjektival
Simpleks
Eksosentris
 Kata + Kata
25.
Radha banter
F. Adjektival
Simpleks
Eksosentris
 Kata + Kata
26.
Rindik banget
F. Adjektival
Simpleks
Eksosentris
 Kata + Kata
27.
Gumun banget
F. Adjektival
Simpleks
Eksosentris
 Kata + Kta
28.
Kesel banget
F. Adjektival
Simpleks
Eksosentris
 Kata + Kata
29.
Kerja keras
F. Verba
Simpleks
Endosentris Atributif
 Kata + Kata
30.
Mlaku-mlaku
F. Verba
Simpleks
Eksosentris
 Kata + Kata
31.
Andhong mulih
F. Verba
Simpleks
Endosentris Atributif
 Kata + Kata
32.
Masang tali
F. Verba
Simpleks
Endosentris Atributif
 Kata + Kata
33.
Marani kandhange
F. Adverbial
Simpleks
Endosentris Atributif
 Kata + Kata
34.
Dheweke uga lagi sepisan
F. Pronominal
Simpleks
Eksosentris
 Frasa + Frasa
35.
Pirang-pirang sasi
F. Numeralia
Simpleks
Eksosentris
 Kata + Kata
36.
Sepuluh kilo
F. Numeralia
Simpleks
Endosentris Atributif
 Kata + Kata
37.
Ping loro
F. Numeralia
Simpleks
Endosentris Atributif
 Kata + Kata
38.
Bokonge dipecut
F. Nominal
Simpleks
Endosentris Atributif
 Kata + Kata
39.
Mlayu kanthi
ngati-ati
F. Verbal
Kompleks
Endosentris Atributif
 Frasa + Kata